Tinjauan Teknis: Merebus Air
Pengantar
Halaman web ini adalah adapsi dari dokumen dari WHO (Boil water (who.int) Kami mencantumkan informasi di halaman kami untuk menyebar informasi yang penting ini dalam bahasa Indonesia.
Ada beberapa situasi di mana air perlu diolah sebelum digunakan untuk menghilangkan atau membunuh kuman berbahaya. Situasi tersebut meliputi:
• kegagalan sistem pengolahan, seperti kurangnya desinfeksi atau penyimpanan dan penanganan air yang tidak aman;
• keadaan darurat atau bencana yang menyebabkan sanitasi dan perlindungan sumber air menjadi buruk;
• kualitas air yang tidak pasti saat bepergian.
Sayangnya di Indonesia hampir semua air perlu diolah sebelum bisa dikonsumsi.
Ada beberapa metode yang terbukti efektif untuk menghilangkan kuman dari air minum, seperti disinfeksi kimia, penyaringan (filter air), flokulasi serta desinfeksi, dan pemanasan. Perebusan adalah salah satu metode yang membunuh kuman dengan cara memanaskan air yang sangat efektif, membunuh kuman berbahaya bahkan di air keruh atau di dataran tinggi. Namun, perebusan membutuhkan biaya tinggi karena menggunakan bahan bakar dan tidak memberikan perlindungan jangka panjang.
Dasar ilmiah tentang efektivitas perebusan
Bakteri, protozoa, dan virus dalam cairan sangat mudah dinonaktifkan pada suhu di bawah 100 °C. Penonaktifan dengan panas telah diteliti dalam air, limbah, susu, dan cairan lainnya pada suhu yang mirip dengan yang digunakan untuk pasteurisasi (misalnya 63 °C selama 30 menit, 72 °C selama 15 detik) dan dalam air panas (sekitar 60 °C). Hanya ada sedikit penelitian yang mempelajari penonaktifan panas pada suhu mendekati 100 °C.
Baca artikel kaitan Apakah Aman Merebus Air dengan Kayu?
Hasil penelitian ini, yang dirangkum dalam Tabel 1, menunjukkan bahwa bakteri sangat sensitif terhadap panas, dan bisa dibunuh dengan cepat – kurang dari 1 menit untuk mengurangi 90% – pada suhu di atas 65 °C. Virus dinonaktifkan pada suhu antara 60 °C dan 65 °C, tetapi lebih lambat dibandingkan bakteri. Namun, seperti yang terlihat pada virus polio dan hepatitis A, ketika suhu naik di atas 70 °C, lebih dari 99,999% virus bisa dibunuh dalam waktu kurang dari 1 menit. Ookista Cryptosporidium parvum juga bisa dinonaktifkan dalam waktu kurang dari 1 menit pada suhu di atas 70 °C. Data untuk kista Giardia masih terbatas, tetapi penonaktifan telah dilaporkan terjadi pada suhu antara 50 °C dan 70 °C.
Baca juga Apakah Merebus Air Efektif Membunuh Kuman?
Kesimpulan
Berdasarkan hasil ini, proses memanaskan air hingga mendidih penuh, seperti yang direkomendasikan dalam WHO Guidelines for Drinking-water Quality (WHO, 2011), sudah cukup untuk menonaktifkan bakteri, virus, dan protozoa yang berbahaya. Setelah air mencapai titik didih penuh, air harus diangkat dari panas dan dibiarkan mendingin secara alami tanpa tambahan es, serta harus dilindungi dari kemungkinan kontaminasi ulang selama penyimpanan. Jika air terlihat keruh dan perlu dijernihkan demi penampilan, hal ini sebaiknya dilakukan sebelum proses perebusan.
Organism | Temperature (°C) | Inactivation Time (s) | Log10 Reduction | Reference |
BACTERIA | ||||
Campylobacter spp.
ReferensiBidawid S, Farber J, Sattar S, Hayward S (2000). Heat inactivation of hepatitis A virus in dairy foods. J Food Prot. 63(4):522–8. D’Aoust J, Park C, Szabo R, Todd E (1988). Thermal inactivation of Campylobacter species, Yersinia enterocolitica, and haemorrhagic Escherichia coli. J Dairy Sci. 71:3230–6. Dennis PJ, Green D, Jones BP (1984). A note on the temperature tolerance of Legionella. J Appl Bacteriol. 56:349–50. Fayer R (1994). Effect of high temperature on infectivity of Cryptosporidium parvum oocysts in water. Appl Environ Microbiol. 60:2732–5. Harp J, Fayer R, Pesch B, Jackson G (1996). Effect of pasteurisation on infectivity of Cryptosporidium parvum oocysts in water and milk. Appl Environ Microbiol. 62:2866–8. Johnston MD, Brown MH (2002). An investigation into the changed physiological state of Vibrio bacteria in response to cold temperatures and studies on their sensitivity to heating and freezing. J Appl Microbiol. 92:1066–77. Juffs H, Deeth H (2007). Scientific evaluation of pasteurisation for pathogen reduction in milk and milk products. Canberra and Wellington: Food Standards Australia New Zealand (http://www.foodstandards.gov.au/code/proposals/documents/Scientific%20Evaluation.pdf, accessed 28 July 2014). Maheshwari G, Jannat R, McCormick L, Hsu D (2004). Thermal inactivation of adenovirus type 5. J Virol Methods. 118:141–5. Moce-Llivina L, Muniesa M, Pimenta-Vale H, Lucena F, Jofre J (2003). Survival of bacterial indicator species and bacteriophages after thermal treatment of sludge and sewage. Appl Environ Microbiol. 69(3):1452–6. Ongerth J, Johnson R, MacDonald S, Frost F, Stibbs H (1989). Backcountry water treatment to prevent giardiasis. Am J Public Health. 79(12):1633–7. Parry J, Mortimer P (1984). The heat sensitivity of hepatitis A virus determined by a simple tissue culture method. J Med Virol. 14(3):277–83. Sauch JF, Flanigan D, Galvin ML, Berman D, Jakubowski W (1991). Propidium iodide as an indicator of Giardia cyst viability. Appl Environ Microbiol. 57(11):3243–7. Sörqvist S (2003). Heat resistance in liquids of Enterococcus spp., Listeria spp., Escherichia coli, Yersinia enterocolitica, Salmonella spp. and Campylobacter spp. Acta Vet Scand. 44(1–2):1–19. Spinks A, Dunstan H, Harrison T, Coombes P, Kuczera G (2006). Thermal inactivation of water-borne pathogenic and indicator bacteria at sub-boiling temperatures. Water Res. 40:1326–32. Stout J, Best M, Yu V (1986). Susceptibility of members of the family Legionellaceae to thermal stress: implications for heat eradication methods in water distribution systems. Appl Environ Microbiol. 52:396–9. Strazynski M, Kramer J, Becker B (2002). Thermal inactivation of poliovirus type 1 in water, milk and yoghurt. Int J Food Microbiol. 74:73–8. WHO (2011). Guidelines for drinking-water quality, fourth edition. Geneva: World Health Organization (http://www.who.int/water_sanitation_health/publications/2011/dwq_guidelines/en/, accessed 28 July 2014). |